Form Biodata

Kamis, 21 Juni 2012

polisi paling jujur!!

Oliem Deadstar


Hoegeng Imam
Santoso merupakan
putra sulung dari
pasangan Soekario
Kario Hatmodjo dan
Oemi Kalsoem.
Beliau lahir pada 14 Oktober
1921 di Kota Pekalongan.
Meskipun berasal dari keluarga
Priyayi (ayahnya merupakan
pegawai atau amtenaar
Pemerintah Hindia Belanda),
namun perilaku Hoegeng kecil
sama sekali tidak menunjukkan
kesombongan, bahkan ia banyak
bergaul dengan anak-anak dari
lingkungan biasa. Hoegeng sama
sekali tidak pernah
mempermasalahkan ningrat atau
tidaknya seseorang dalam
bergaul. Masa kecil Hoegeng
diwarnai dengan kehidupan yang
sederhana karena ayah Hoegeng
tidak memiliki rumah dan tanah
pribadi, karena itu ia seringkali
berpindah-pindah rumah
kontrakan.
Hoegeng kecil juga dididik dalam
keluarga yang menekankan
kedisiplinan dalam segala hal.
Hoegeng mengenyam pendidikan
dasarnya pada usia enam tahun
pada tahun 1927 di Hollandsch
Inlandsche School (HIS). Tamat
dari HIS pada tahun 1934, ia
memasuki Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO), yaitu
pendidikan menengah setingkat
SMP di Pekalongan. Pada tahun
1937 setelah lulus MULO, ia
melanjutkan pendidikan ke
Algemeene Middlebare School
(AMS) pendidikan setingkat SMA
di Yogyakarta. Pada saat
bersekolah di AMS, bakatnya
dalam bidang bahasa sangatlah
menonjol. Ia juga dikenal
sebagai pribadi yang suka bicara
dan bergaul dengan siapa saja
tanpa sungkan-sungkan dengan
tidak mempedulikan ras atau
bangsa apa.
Kemudian pada tahun 1940, saat
usianya menginjak 19 tahun, ia
memilih melanjutkan kuliahnya
di Recht Hoge School (RHS) di
Batavia. Tahun 1950, Hoegeng
mengikuti Kursus Orientasi di
Provost Marshal General School
pada Military Police School Port
Gordon, George, Amerika Serikat.
Dari situ, dia menjabat Kepala
DPKN Kantor Polisi Jawa Timur
di Surabaya (1952). Lalu menjadi
Kepala Bagian Reserse Kriminil
Kantor Polisi Sumatera Utara
(1956) di Medan. Tahun 1959,
mengikuti pendidikan Pendidikan
Brimob dan menjadi seorang Staf
Direktorat II Mabes Kepolisian
Negara (1960), Kepala Jawatan
Imigrasi (1960), Menteri luran
Negara (1965), dan menjadi
Menteri Sekretaris Kabinet Inti
tahun 1966. Setelah Hoegeng
pindah ke markas Kepolisian
Negara kariernya terus menanjak.
Di situ, dia menjabat Deputi
Operasi Pangak (1966), dan
Deputi Men/Pangak Urusan
Operasi juga masih dalam 1966.
Terakhir, pada 5 Mei 1968,
Hoegeng diangkat menjadi Kepala
Kepolisian Negara (tahun 1969,
namanya kemudian berubah
menjadi Kapolri), menggantikan
Soetjipto Joedodihardjo.
Banyak hal terjadi selama
kepemimpinan Kapolri Hoegeng
Iman Santoso. Pertama, Hoegeng
melakukan pembenahan beberapa
bidang yang menyangkut Struktur
Organisasi di tingkat Mabes
Polri. Hasilnya, struktur yang
baru lebih terkesan lebih
dinamis dan komunikatif. Kedua,
adalah soal perubahan nama
pimpinan polisi dan markas
besarnya. Berdasarkan Keppres
No.52 Tahun 1969, sebutan
Panglima Angkatan Kepolisian RI
(Pangak) diubah menjadi Kepala
Kepolisian RI (Kapolri). Dengan
begitu, nama Markas Besar
Angkatan Kepolisian pun berubah
menjadi Markas Besar Kepolisian
(Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah
konsekuensi untuk beberapa
instansi yang berada di Kapolri.
Misalnya, sebutan Panglima
Daerah Kepolisian (Pangdak)
menjadi Kepala Daerah Kepolisian
RI atau Kadapol. Demikian pula
sebutan Seskoak menjadi
Seskopol. Di bawah kepemimpinan
Hoegeng peran serta Polri dalam
peta organisasi Polisi
Internasional, International
Criminal Police Organization
(ICPO), semakin aktif. Hal itu
ditandai dengan dibukanya
Sekretariat National Central
Bureau (NCB) Interpol di
Jakarta.
Selama ia menjabat sebagai
kapolri ada dua kasus
menggemparkan masyarakat.
Pertama kasus Sum Kuning, yaitu
pemerkosaan terhadap penjual
telur, Sumarijem, yg diduga
pelakunya anak-anak petinggi
teras di Yogyakarta. Ironisnya,
korban perkosaan malah dipenjara
oleh polisi dengan tuduhan
memberi keterangan palsu. Lalu
merembet dianggap terlibat
kegiatan ilegal PKI. Nuansa
rekayasa semakin terang ketika
persidangan digelar tertutup.
Wartawan yg menulis kasus Sum
harus berurusan dengan Dandim
096. Hoegeng bertindak. Kita
tidak gentar menghadapi
orangorang gede siapa pun. Kita
hanya takut kepada Tuhan Yang
Mahaesa. Jadi, walaupun keluarga
sendiri, kalau salah tetap kita
tindak. Geraklah the sooner the
better, tegas Hoegeng di halaman
95.
Kasus lainnya yg menghebohkan
adalah penyelundupan mobil-
mobil mewah bernilai miliaran
rupiah oleh Robby Tjah jadi.
Berkat jaminan, pengusaha ini
hanya beberapa jam mendekam di
tahanan Komdak. Sungguh berkua
sanya si penjamin sampai Ke
jaksaan Jakarta Raya pun
memetieskan kasus ini. Siapakah
si penjamin itu? Tapi, Hoegeng
tak gentar. Di kasus
penyelundupan mobil mewah
berikutnya, Robby tak berkutik.
Pejabat yg terbukti menerima
sogokan ditahan. Rumor yg
santer, gara-gara membongkar
kasus ini pula yg menyebabkan
Hoegeng di pensiunkan, 2 Oktober
1971 dari jabatan kapolri. Kasus
ini ternyata melibatkan
sejumlah pejabat dan perwira
tinggi ABRI (hlm 118). Bayangan
banyak orang, memasuki masa
pensiun orang pertama di
kepolisian pasti menyenangkan.
Tinggal menikmati rumah mewah
berikut isinya, kendaraan siap
pakai. Semua itu diperoleh dari
sogokan para pengusaha.
Kasus inilah yang kemudian
santer diduga sebagai penyebab
pencopotan Hoegeng oleh
Soeharto. Hoegeng dipensiunkan
oleh Presiden Soeharto pada usia
49 tahun, di saat ia sedang
melakukan pembersihan di
jajaran kepolisian. Kabar
pencopotan itu diterima Hoegeng
secara mendadak. Kemudian
Hoegeng ditawarkan
Soeharto
untuk menjadi duta besar di
sebuah Negara di Eropa, namun ia
menolak. Alasannya karena ia
seorang polisi dan bukan
politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak
kemudian mengabarkan pada
ibunya. Dan ibunya hanya
berpesan, selesaikan tugas
dengan kejujuran. Karena kita
masih bisa makan nasi dengan
garam,” ujar Roelani. “Dan
kata-kata itulah yang menguatkan
saya,” tambahnya.
Hoegeng diberhentikan dari
jabatannya sebagai Kapolri pada
2 Oktober 1971, dan ia kemudian
digantikan oleh Komisaris
Jenderal Polisi Drs. Moh. Hasan.
Pemberhentian Hoegeng dari
jabatannya ini menyisakan
sejumlah tanda tanya di
antaranya karena masa jabatannya
sebagai Kapolri saat itu belum
habis. Berbagai spekulasi muncul
berkaitan dengan
pemberhentiannya tersebut,
antara lain dikarenakan figurnya
terlalu populer dikalangan pers
dan masyarakat. Selain itu ada
pula yang menyebutkan bahwa ia
diganti karena kebijaksanaannya
tentang penggunaan helm yang
dinilai sangat kontroversi.
Ternyata masa menyenangkan itu
tidak berlaku bagi Hoegeng yg
anti disogok. Pria yg pernah
dinobatkan sebagai The Man of
the Year 1970 ini pensiun tanpa
memiliki rumah, kendaraan,
maupun barang mewah. Rumah
dinas menjadi milik Hoegeng
atas pemberian dari Kepolisian.
Beberapa kapolda patungan
membeli mobil Kingswood, yg
kemudian menjadi satu-satunya
mobil yg ia miliki.Pengabdian yg
penuh dari Pak Hoegeng tentu
membawa konsekuensi bagi
hidupnya sehari-hari. Pernah
dituturkannya sekali waktu,
setelah berhenti dari Kepala
Polri dan pensiunnya masih
diproses, suatu waktu dia tidak
tahu apa yg masih dapat dimakan
oleh keluarga karena di rumah
sudah kehabisan beras.
Hoegeng memang seorang yang
sederhana, ia mengajarkan pada
istri dan anak-anaknya arti
disiplin dan kejujuran. Semua
keluarga dilarang untuk
menggunakan berbagai fasilitas
sebagai anak seorang Kapolri.
“Bahkan anak-anak tak berani
untuk meminta sebuah sepeda
pun,” kata Merry.
Aditya, salah seorang putra
Hoegeng bercerita, ketika sebuah
perusahaan motor merek
Lambretta mengirimkan dua buah
motor, sang ayah segera meminta
ajudannya untuk mengembalikan
barang pemberian itu. “Padahal
saya yang waktu itu masih muda
sangat menginginkannya,” kenang
Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru
memiliki rumah saat memasuki
masa pensiun. Atas kebaikan
Kapolri penggantinya, rumah
dinas di kawasan Menteng
Jakarta pusat pun menjadi milik
keluarga Hoegeng. Tentu saja,
mereka mengisi rumah itu,
setelah seluruh perabot
inventaris kantor ia kembalikan
semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng
menghabiskan waktu dengan
menekuni hobinya sejak remaja,
yakni bermain musik Hawaiian
dan melukis. Lukisan itu lah
yang kemudian menjadi sumber
Hoegeng untuk membiayai
keluarga. Karena harus anda
ketahui, pensiunan Hoegeng
hingga tahun 2001 hanya sebesar
Rp.10.000 saja, itu pun hanya
diterima sebesar Rp.7500! Dalam
acara Kick Andy, Aditya
menunjukkan sebuah SK tentang
perubahan gaji ayahnya pada
tahun 2001, yang menyatakan
perubahan gaji pensiunan seorang
Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000
menjadi Rp.1.170.000. Pada 14
Juli 2004, Hoegeng meninggal
dunia di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta dalam
usia yang ke 83 tahun. Ia
meninggal karena penyakit stroke
dan jantung yang dideritanya.
Hoegeng mengisi waktu luang
dengan hobi melukisnya.
Itulah sekadar beberapa catatan
kenangan untuk Pak Hoegeng yg
baru saja meninggalkan kita.
Seorang yg hidupnya senantiasa
jujur, seorang yg menjadi
simbol bagi hidup jujur, dan
simbol bagi kejujuran yg hidup.
Tak heran, Almarhum Gus Dur
pernah berkata,
"Di Indonesia ini hanya ada
tiga polisi jujur, yakni
polisi tidur, patung polisi,
dan Hoegeng.
"
Referensi :
- http://id.wikipedia.org/wiki/
Hoegeng_Imam_Santoso
- http://livebeta.kaskus.us/
thread/000000000000000006988173/
- http://livebeta.kaskus.us/
thread/000000000000000013891889/
polisi-paling-jujur-di-
indonesia
- http://www.pc3news.com/
index.php?
cat=news&id=853⊂=11&view=news

Tidak ada komentar:

Posting Komentar