Form Biodata

Selasa, 14 Agustus 2012

Surat Cinta ala Mbak Sum

Mbak Sum (nama samaran) pengen mutuske pacare Robi (samaran juga) wong bule.
tapikno Mbak Sum ora wani ketemu langsung, trus akhire Mbak Sum nulis surat nganggo boso inggres, karo mbukai kamus Mbak Sum nulis surat kokiye ke:

Hi Robi, Together this letter I want to give know you
(hay robi brsma surat ini memberitahumu)

I Want to cut connection we
(saya bermaksud memutuskan hubungan kita)

I have think things very cook cook
(saya sudah pikirkan masak-masak)

I know my love only clap half hand
(saya tau hanya bertepuk sebelah tangan)

Correctly I have see u go with a women entertainment at town with my eyes head alone
(sebenarnya saya telah lihat kamu pergi degan wanita penghibur di kota dengan mata kepala saya sendiri)

U always ask sorry back back river
(kau selalu meminta maaf berulang2 kali)

U eyes drop tears crocodile
(matamu mencucurkan air mata buaya)

U correct correct a man crocodile land
(kau benar-benar lelaki buaya darat)

So I cut connection and pull body from love triangle this
(jadi, saya putuskan hubungan ini dan menarik diri dari cinta segitiga ini)

I have been crying night2 until no more eye water thingking about your body
(saya menangis bermalam2 sampai tidak ada lagi air mata memikirkan dirimu)

I don’t want to sick my liver for 2 river
(saya tidak mau sakit hati untuk kedua kalinya)

Safe walk Robi
(selamat jalan Robi)

Girl friend of your liver
(kekasih hatimu)

Sumiati Singodimejo
(Sumiati lion on the table)





HBD ya Pram's !

KEHORMATAN ITU SUCI
JANGANLAH KURANG AMALMU DALAM KESUKARAN
TENANGLAH DALAM BAHAYA
KATAKANLAH SELALU DALAM SEBENARNYA
JANGANLAH SEKALI - KALI SETENGAH BENAR ATAU YANG BERATI DUA

SABDA PANDITA RATU
MANUSIA TIU MANUSIA
KAYA ATAU MELARAT ADALAH KEADAAN LAHIR
KITA MENGUKUR ORANG DENGAN UKURAN BATIN
SIAPA SAJA MESKIPUN BAGAIMANA, ADALAH KAWAN KITA

KARENANYA...........
JANGANLAH BERBUAT SESUATU YANG DAPAT MELUKAI HATI
ATAU MENGHINAKAN ORANG LAIN
LEBIH BAIK MATI TERHORMAT DARIPADA HIDUP NISTA
DALAM KEADAAN BAGAIMANAPUN JUGA

PANCARKANLAH JIWAMU DENGAN RIANG GEMBIRA
DAN JANGANLAH TAMPAK PADA LAHIRMU AKAN ISI HATIMU

HBD ya Pram's !


Minggu, 12 Agustus 2012

HINDARI PENULISAN ASS, ASSKUM, MOHD, MOSQUE, 4JJI, MECCA !!

Ikhwan Kau-Man
==========================

Bagi akhy wa Ukhty yang masih suka menggunakan kata...

"Ass"/ "Askum" dalam ucapan salam.
"Mohd" untuk panggilan nama Nabi Muhammad.
"Mosque" untuk panggilan sebuah masjid.
"4JJI" untuk panggilan Allah SWT.
"Mecca" untuk sebutan Mekah.
Gunakan sesuai dengan aturannya yuuuk... Karena arti dari kata tersebut adalah Bismillah..

Jika kita seorang Muslim atau Muslimah, alangkah baiknya mengindahkan hal yang mungkin kita anggap kecil tapi besar makna dan pengaruhnya.

*Janganlah bilang Mosque tapi Masjid, karena Organisasi islam menemukan bahwa Mosque adalah nyamuk.
*Jangan menulis MECCA tapi MEKAH, karena MECCA adalah rumah anggur/bir.
*Jangan menulis MOhd tapi Muhammad, karena MOhd. adalah anjing bermulut besar.
*Jangan menulis 4JJI tapi Allah SWT, karena 4JJI artinya For Judas Jesus Isa al masih.
*Jangan menulis 'Ass' atau 'Askum' dalam salam tetapi "Assalammu'alaikum" (karena salam adalah doa, atau jika tidak sempat lebih baik tidak sama sekali), karena 'Ass' artinya (maaf) pantatmu, dan 'Askum' artinya celakalah kamu,,, INGAT !!! ASS = (maaf) PANTATMU ASKUM = CELAKALAH KAMU.
Maka sampaikanlah salam karena itu DOA, minimal Assalamu'alaikum... Semoga bermanfaat bagi kita termasuk saya pribadi AAMIIN.

~ Sumber : Akbar Muzakki (Hidayatullah

Rabu, 01 Agustus 2012

Kekerasan dalam Pendidikan, masih perlukah ?

Hamid Krenz

of. Rhenald Kasali

(Guru Besar FE UI), share dari teman.

Profile of man screaming.

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti